Aku bersyukur memiliki ayah yang
paling baik bagiku. Beliau menjadi tulang punggung keluarga. Ayahku bekerja
demi menghidupi keluarga kami. Tanpa sosok ayah, aku dan anggota keluarga
lainnya tidak bisa seperti sekarang ini. Alhamdulillah kami bisa menjalani
kehidupan ini meskipun hidup kami bisa dikatakan pas-pasan atau bahkan kurang.
Sewaktu masih kecil saya teringat
betapa ayahku sejak dulu kala hidup susah. Ayahku adalah seorang petani dan
juga buruh tani. Kami alhamdulilah memiliki sawah meskipun tidak luas dan sedikit
kebun yang bisa ditanami. Dahulu ayahku adalah peternak kerbau. Dengan kerbau
itu ayah manfaatkan untuk mengais rezeki di sawah sendiri dan orang lain. Ayahku
bekerja membajak sawah dengan hewan piaraanya itu. Aku juga saat itu ikut
terjun membantu ayah membajak di sawah, mencangkul dan juga merawat dan
memelihara kerbau kami. Dulu aku ikut mencarikan rumput baik di sawah maupun di
hutan/kebun.
|
Aku dan keluargaku saat Wisuda IKIP PGRI di Semarang |
Dari kecil aku diajari ayah berteman
dengan lumpur di sawah. Jujur sampai sekarang ini saya memiliki keahlian
mencangkul di sawah, mencari rumput(ngarit), mencabut bibit padi untuk
ditanam dan juga mencari kayu di hutan. Selain itu saya juga dulu ikut memanen
padi sawah. Saya ikut memotong padi dengan sabit dan merontokan padi dari
batangnya dengan alat tradisional bernama peretan. Setelah padi
dirontokkan pakai peretan tadi saya juga harus membawa bulir padi tersebut
pulang ke rumah. Buliran padi tadi dimasukkan ke dalam karung/kandi. Jarak
tempuh dari sawah ke rumah cukup jauh. Saya teringat saat itu setelah membawa
padi punggung dan kepala saya pegal dan lumayan njarem. Namun lama-kelamaan
karena sudah terbiasa sudah tak terasa sakit lagi. Jujur saat itu saya
menikmati masa-masa ketika dulu ikut membantu ayah dan ibuku di sawah.
Sejak dari TK sampai aku akhirnya
kuliah ayahlah yang membiayainya meskipun dengan cara yang tidak mudah alias
penuh pengorbanan. Demi menghidupi keluarga dan menyekolahkan saya ayahku rela
membanting tulang kerja di sawah baik menggarap sawah juga kerja sebagai buruh
harian lepas di sawah. Ayahku tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Apa saja
beliau lakukan kalau ada pekerjaan terutama yang berkaitan dengan sawah. Kalau dulu
ayahku membajak sawah dengan kerbau selanjutnya ayah bekerja membajak sawah
dengan traktor. Awalnya, kerbaunya dijual untuk kebutuhan keluarga dan juga
untuk membeli traktor meskipun traktor second. Dari sini ayahku memiliki
keahlian membajak sawah dengan traktor meskipun akhirnya traktor kami dijual
karena sering rusak dan harus diservis bengkel. Setelah ayah saya berpengalaman
menggunakan traktor kemudian ayah saya sering diajak orang untuk menggunakan
traktornya. Lumayan ayah saya dapat penghasilan dari ikut traktor orang lain
tersebut.
Ayah saya sampai saat ini masih
payah dan susah. Merasa umurnya sudah semakin tua dan tenaganya tidak sebugar
dulu, kini ayah sudah tidak lagi bekerja dengan orang lain menggunakan traktor.
Sekarang ini ayah saya masih sama seperti dulu kerja di sawah, kadang mencangkul,
kadang ikut memanen sawah yang istilah jawa nya “Dereb/meret. Kadang ikut dereb
di kampong dan kadang ikut ke luar sampai Batang, Kesesi, Pemalang bahkan
Demak.
Begitu berat beban ayahku sampai
sekarang masih susah sejak beliau masih muda. Aku sungguh kasih sekali karena
sampai sekarang aku belum juga bisa meringankan tanggung jawabnya, saya belum bisa
membantu. Sampai umurnya sekarang yang sudah kepala lima lebih namun masih
bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga dengan seadanya. Aku belum
mandiri. Pekerjaanku masih sebagai guru pengabdian yang honornya kalau bisa
dikatakan hanya cukup untuk seminggu. Kadang-kadang aku juga masih diberi belas
kasihan oleh ayahku. Aku masih diberi uluran tangan oleh beliau.
Dalam hati kecilku aku merasa malu
karena sampai sekarang, sampai umurku mendekati 29 tahun aku masih tergantung
pada orang tuaku. Seumuran ayah yang sudah tua seharusnya beliau merasakan
kedamaian dan sudah saatnya aku menggantikan posisinya sebagai tulang punggung
keluarga. Sudah saatnya ayahku pensiun dari masa bekerjanya, ayahku seharusnya
menikmati masa tuanya dengan tenang dan bahagia, namun sampai sekarang ayah
saya masih terus bekerja tanpa mengenal lelah demi keluarga kami.
Harapan terbesarku adalah aku ingin
membahagiakan kedua orang tua saya. Ayahku sudah saatnya istirahat. Aku harus
sukses, kau harus mapan biar ayahku tidak bekerja dengan susah. Kapan ayahku
bisa istirahat kalau saya masih tetap begini dan begitu saja. Ayah dan ibu akan
merasa bahagia dan tenang manakala saya bisa hidup mandiri dan bisa membantu
keluarga.
Oh ayahku, engkau adalah pahlawanku
yang tiada kenal lelah untuk mencintai dan menyayangi keluarga. Demi anak-anakmu,
demi istrimu dan demi keluarga tanpa kecuali engkau tiada pernah lelah dan
mengeluh terus berjuang mencari nafkah. Ya Allah Tuhaku berikanlah panjang
umur, kesehatan pada ayahku, dan berikanlah petunjukMu bagiku agar aku bisa
menjadi anak yang sholeh, anak yang sukses dan mandiri yang bisa membahagiakan
kedua orang tuaku.
Posted by Almusto Shidqi
Aku bersyukur memiliki ayah yang
paling baik bagiku. Beliau menjadi tulang punggung keluarga. Ayahku bekerja
demi menghidupi keluarga kami. Tanpa sosok ayah, aku dan anggota keluarga
lainnya tidak bisa seperti sekarang ini. Alhamdulillah kami bisa menjalani
kehidupan ini meskipun hidup kami bisa dikatakan pas-pasan atau bahkan kurang.
Sewaktu masih kecil saya teringat
betapa ayahku sejak dulu kala hidup susah. Ayahku adalah seorang petani dan
juga buruh tani. Kami alhamdulilah memiliki sawah meskipun tidak luas dan sedikit
kebun yang bisa ditanami. Dahulu ayahku adalah peternak kerbau. Dengan kerbau
itu ayah manfaatkan untuk mengais rezeki di sawah sendiri dan orang lain. Ayahku
bekerja membajak sawah dengan hewan piaraanya itu. Aku juga saat itu ikut
terjun membantu ayah membajak di sawah, mencangkul dan juga merawat dan
memelihara kerbau kami. Dulu aku ikut mencarikan rumput baik di sawah maupun di
hutan/kebun.
|
Aku dan keluargaku saat Wisuda IKIP PGRI di Semarang |
Dari kecil aku diajari ayah berteman
dengan lumpur di sawah. Jujur sampai sekarang ini saya memiliki keahlian
mencangkul di sawah, mencari rumput(ngarit), mencabut bibit padi untuk
ditanam dan juga mencari kayu di hutan. Selain itu saya juga dulu ikut memanen
padi sawah. Saya ikut memotong padi dengan sabit dan merontokan padi dari
batangnya dengan alat tradisional bernama peretan. Setelah padi
dirontokkan pakai peretan tadi saya juga harus membawa bulir padi tersebut
pulang ke rumah. Buliran padi tadi dimasukkan ke dalam karung/kandi. Jarak
tempuh dari sawah ke rumah cukup jauh. Saya teringat saat itu setelah membawa
padi punggung dan kepala saya pegal dan lumayan njarem. Namun lama-kelamaan
karena sudah terbiasa sudah tak terasa sakit lagi. Jujur saat itu saya
menikmati masa-masa ketika dulu ikut membantu ayah dan ibuku di sawah.
Sejak dari TK sampai aku akhirnya
kuliah ayahlah yang membiayainya meskipun dengan cara yang tidak mudah alias
penuh pengorbanan. Demi menghidupi keluarga dan menyekolahkan saya ayahku rela
membanting tulang kerja di sawah baik menggarap sawah juga kerja sebagai buruh
harian lepas di sawah. Ayahku tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Apa saja
beliau lakukan kalau ada pekerjaan terutama yang berkaitan dengan sawah. Kalau dulu
ayahku membajak sawah dengan kerbau selanjutnya ayah bekerja membajak sawah
dengan traktor. Awalnya, kerbaunya dijual untuk kebutuhan keluarga dan juga
untuk membeli traktor meskipun traktor second. Dari sini ayahku memiliki
keahlian membajak sawah dengan traktor meskipun akhirnya traktor kami dijual
karena sering rusak dan harus diservis bengkel. Setelah ayah saya berpengalaman
menggunakan traktor kemudian ayah saya sering diajak orang untuk menggunakan
traktornya. Lumayan ayah saya dapat penghasilan dari ikut traktor orang lain
tersebut.
Ayah saya sampai saat ini masih
payah dan susah. Merasa umurnya sudah semakin tua dan tenaganya tidak sebugar
dulu, kini ayah sudah tidak lagi bekerja dengan orang lain menggunakan traktor.
Sekarang ini ayah saya masih sama seperti dulu kerja di sawah, kadang mencangkul,
kadang ikut memanen sawah yang istilah jawa nya “Dereb/meret. Kadang ikut dereb
di kampong dan kadang ikut ke luar sampai Batang, Kesesi, Pemalang bahkan
Demak.
Begitu berat beban ayahku sampai
sekarang masih susah sejak beliau masih muda. Aku sungguh kasih sekali karena
sampai sekarang aku belum juga bisa meringankan tanggung jawabnya, saya belum bisa
membantu. Sampai umurnya sekarang yang sudah kepala lima lebih namun masih
bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga dengan seadanya. Aku belum
mandiri. Pekerjaanku masih sebagai guru pengabdian yang honornya kalau bisa
dikatakan hanya cukup untuk seminggu. Kadang-kadang aku juga masih diberi belas
kasihan oleh ayahku. Aku masih diberi uluran tangan oleh beliau.
Dalam hati kecilku aku merasa malu
karena sampai sekarang, sampai umurku mendekati 29 tahun aku masih tergantung
pada orang tuaku. Seumuran ayah yang sudah tua seharusnya beliau merasakan
kedamaian dan sudah saatnya aku menggantikan posisinya sebagai tulang punggung
keluarga. Sudah saatnya ayahku pensiun dari masa bekerjanya, ayahku seharusnya
menikmati masa tuanya dengan tenang dan bahagia, namun sampai sekarang ayah
saya masih terus bekerja tanpa mengenal lelah demi keluarga kami.
Harapan terbesarku adalah aku ingin
membahagiakan kedua orang tua saya. Ayahku sudah saatnya istirahat. Aku harus
sukses, kau harus mapan biar ayahku tidak bekerja dengan susah. Kapan ayahku
bisa istirahat kalau saya masih tetap begini dan begitu saja. Ayah dan ibu akan
merasa bahagia dan tenang manakala saya bisa hidup mandiri dan bisa membantu
keluarga.
Oh ayahku, engkau adalah pahlawanku
yang tiada kenal lelah untuk mencintai dan menyayangi keluarga. Demi anak-anakmu,
demi istrimu dan demi keluarga tanpa kecuali engkau tiada pernah lelah dan
mengeluh terus berjuang mencari nafkah. Ya Allah Tuhaku berikanlah panjang
umur, kesehatan pada ayahku, dan berikanlah petunjukMu bagiku agar aku bisa
menjadi anak yang sholeh, anak yang sukses dan mandiri yang bisa membahagiakan
kedua orang tuaku.
0 comments: