Powered by Blogger.

Ayahku adalah Pahlawanku

Posted by Almusto Shidqi on Wednesday, October 16, 2013 0

Aku bersyukur memiliki ayah yang paling baik bagiku. Beliau menjadi tulang punggung keluarga. Ayahku bekerja demi menghidupi keluarga kami. Tanpa sosok ayah, aku dan anggota keluarga lainnya tidak bisa seperti sekarang ini. Alhamdulillah kami bisa menjalani kehidupan ini meskipun hidup kami bisa dikatakan pas-pasan atau bahkan kurang.

Sewaktu masih kecil saya teringat betapa ayahku sejak dulu kala hidup susah. Ayahku adalah seorang petani dan juga buruh tani. Kami alhamdulilah memiliki sawah meskipun tidak luas dan sedikit kebun yang bisa ditanami. Dahulu ayahku adalah peternak kerbau. Dengan kerbau itu ayah manfaatkan untuk mengais rezeki di sawah sendiri dan orang lain. Ayahku bekerja membajak sawah dengan hewan piaraanya itu. Aku juga saat itu ikut terjun membantu ayah membajak di sawah, mencangkul dan juga merawat dan memelihara kerbau kami. Dulu aku ikut mencarikan rumput baik di sawah maupun di hutan/kebun.

Ayaku bernama Sutarno/Wartoyo
Aku dan keluargaku saat Wisuda IKIP PGRI di Semarang


Dari kecil aku diajari ayah berteman dengan lumpur di sawah. Jujur sampai sekarang ini saya memiliki keahlian mencangkul di sawah, mencari rumput(ngarit), mencabut bibit padi untuk ditanam dan juga mencari kayu di hutan. Selain itu saya juga dulu ikut memanen padi sawah. Saya ikut memotong padi dengan sabit dan merontokan padi dari batangnya dengan alat tradisional bernama peretan. Setelah padi dirontokkan pakai peretan tadi saya juga harus membawa bulir padi tersebut pulang ke rumah. Buliran padi tadi dimasukkan ke dalam karung/kandi. Jarak tempuh dari sawah ke rumah cukup jauh. Saya teringat saat itu setelah membawa padi punggung dan kepala saya pegal dan lumayan njarem. Namun lama-kelamaan karena sudah terbiasa sudah tak terasa sakit lagi. Jujur saat itu saya menikmati masa-masa ketika dulu ikut membantu ayah dan ibuku di sawah.

Sejak dari TK sampai aku akhirnya kuliah ayahlah yang membiayainya meskipun dengan cara yang tidak mudah alias penuh pengorbanan. Demi menghidupi keluarga dan menyekolahkan saya ayahku rela membanting tulang kerja di sawah baik menggarap sawah juga kerja sebagai buruh harian lepas di sawah. Ayahku tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Apa saja beliau lakukan kalau ada pekerjaan terutama yang berkaitan dengan sawah. Kalau dulu ayahku membajak sawah dengan kerbau selanjutnya ayah bekerja membajak sawah dengan traktor. Awalnya, kerbaunya dijual untuk kebutuhan keluarga dan juga untuk membeli traktor meskipun traktor second. Dari sini ayahku memiliki keahlian membajak sawah dengan traktor meskipun akhirnya traktor kami dijual karena sering rusak dan harus diservis bengkel. Setelah ayah saya berpengalaman menggunakan traktor kemudian ayah saya sering diajak orang untuk menggunakan traktornya. Lumayan ayah saya dapat penghasilan dari ikut traktor orang lain tersebut.

Ayah saya sampai saat ini masih payah dan susah. Merasa umurnya sudah semakin tua dan tenaganya tidak sebugar dulu, kini ayah sudah tidak lagi bekerja dengan orang lain menggunakan traktor. Sekarang ini ayah saya masih sama seperti dulu kerja di sawah, kadang mencangkul, kadang ikut memanen sawah yang istilah jawa nya “Dereb/meret. Kadang ikut dereb di kampong dan kadang ikut ke luar sampai Batang, Kesesi, Pemalang bahkan Demak.

Begitu berat beban ayahku sampai sekarang masih susah sejak beliau masih muda. Aku sungguh kasih sekali karena sampai sekarang aku belum juga bisa meringankan tanggung jawabnya, saya belum bisa membantu. Sampai umurnya sekarang yang sudah kepala lima lebih namun masih bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga dengan seadanya. Aku belum mandiri. Pekerjaanku masih sebagai guru pengabdian yang honornya kalau bisa dikatakan hanya cukup untuk seminggu. Kadang-kadang aku juga masih diberi belas kasihan oleh ayahku. Aku masih diberi uluran tangan oleh beliau.

Dalam hati kecilku aku merasa malu karena sampai sekarang, sampai umurku mendekati 29 tahun aku masih tergantung pada orang tuaku. Seumuran ayah yang sudah tua seharusnya beliau merasakan kedamaian dan sudah saatnya aku menggantikan posisinya sebagai tulang punggung keluarga. Sudah saatnya ayahku pensiun dari masa bekerjanya, ayahku seharusnya menikmati masa tuanya dengan tenang dan bahagia, namun sampai sekarang ayah saya masih terus bekerja tanpa mengenal lelah demi keluarga kami.

Harapan terbesarku adalah aku ingin membahagiakan kedua orang tua saya. Ayahku sudah saatnya istirahat. Aku harus sukses, kau harus mapan biar ayahku tidak bekerja dengan susah. Kapan ayahku bisa istirahat kalau saya masih tetap begini dan begitu saja. Ayah dan ibu akan merasa bahagia dan tenang manakala saya bisa hidup mandiri dan bisa membantu keluarga.

Oh ayahku, engkau adalah pahlawanku yang tiada kenal lelah untuk mencintai dan menyayangi keluarga. Demi anak-anakmu, demi istrimu dan demi keluarga tanpa kecuali engkau tiada pernah lelah dan mengeluh terus berjuang mencari nafkah. Ya Allah Tuhaku berikanlah panjang umur, kesehatan pada ayahku, dan berikanlah petunjukMu bagiku agar aku bisa menjadi anak yang sholeh, anak yang sukses dan mandiri yang bisa membahagiakan kedua orang tuaku. 

Tagged as:
About the Author

My name is Mustofa. My nickname on FB is Young Almusto. I am the writer of this site.

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 comments:

© 2013 PUTRA SIBERUK. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
Blogger templates. Proudly Powered by Blogger.
back to top